sajak |
Rabu, 18 Agustus 2010 |
Dia Ganas Sekali
Aku menunggu sepanjang watu, di batas itu, tak bosan, menghirup campuran udara berbau busuk dan panas terik, seperti ada yang menganga di depan sekali, aku semakin meruncing, membidikkan pandangan, ada yang mengelus kulit tebal punggungku, kukunya terasa mencengkram dan menusuk-nusuk, serabut punggungku tercabik,tapi tidak berdarah.
Benar, dia menganga semakin lebar, aku mulai ketakutan, gemetaran, dingin sekali, sepertinya ada yang mengelilingiku, ada yang mengelindin pada poriku, mencabut kulit tebal ku, akhh.. tidak berdarah,
Aku mulai terkunci, melihat banyak yang komat-kamit seperti dukunmembaca mantra, mulut-mulut yang menganga, yang busuk, dalam penungguan ku sepanjang waktu, di samping belakang, ada yang menangis, suaranya parau tersedu sedu, sepertinya, meratapi ku, dalam jangka penungguan, dan penjemputan tiba,
Dia ganas sekali, hitam, matanya merah, ia mulai mencekekku kuat-kuat, menguliti, mencakar-cakar, aku hanya menikmati dalam pembaringan,
Dia ganas sekali, wajahnya seram, memakai jubah putih kecoklat-coklatan, baunya amis, dia menganga mengeluarkan taring yang panjang, dan gigi depan atasnya jarang, aku gemetaran, kedinginan, sebentar lagi musim menangis, musim mengali tanah.
Sepanjang penungguan, aku menanti dia ganas sekali,
Kampus hijau, 2010
Ramadhan Kali Ini
Malam, tanggal dua bulan ramadhan,
aku melihat bulan sabit pada langit tak berbintang,
terangnya tak terang, dia seperti membagi dirinya pada bentuk dan rupa yang dia sukai,
Begitukah kita, pada ramadhan Tuhan, menahan segala asa, untuk Tuhankah?
Atau untuk perhelatan tahunan dalam syari’at,
Ibrahim puasa, Daud puasa, Musa, dan Muhammad paling akhir, nabi-nabi tuhan semuanya puasa, untuk perhelatan tuhan atau perkabungan syetan?
Ehh, ramadhan adalah ladang, ladang untuk bercocok tanam, menjual banyak dengan harga banyak, pembeli, pencuri, maling, zakat, wakaf, mimbar dan lain lagi, musim paceklik bagi syetan dan iblis,
Buya ketinggalan kopiah,taraweh malam ketiga, saat bulan masih sabit pada langit tiga bintang, tapi ia berkucindan dalam mimbar, dan sakunya tebal jalan pulang,
Ramadhan kali ini, surau di baruh, jemaah tiga orang, buya sudah tua,
tapi do’anya panjang, tarawehnya panjang,
buya tak tebal kantongnya pulang,
Di masjid simpang jalan,
malam ke empat sholat taraweh, jamaahnya bertaburan sampai keluar,
muda-mudi makan kerupuk kuah di halaman, anak-anak main sepak tekong di halaman,
buya komat-kamit dalam mimbar, bercucuran peluhnya, sampai bau badannya,
pulang sakunya tebal,
Malam ke dua puluh satu,
ramadhan kali ini,
surau lengang, masjid lengang,
perempuan berkerudung putih bertaburan di tepi jalan, buya kajinya untuk saku, karena sakunya pulang tebal,
Bulan hampir berbentuk sabit, sampai malam ke dua puluh sembilan,
kita mendengar, perempuan memakai mukena, pulang pukul satu lewat tengah malam, lelaki berkain sarung, pulang pukul empat pagi,
Kampus hijau, 2010
Taksi Blue dan Asmaul Husna
kota kita kota apa? Kota metropolitan atau kota santri?
Atau kota bibir dalam hiasan lipsstik merah jambu?
Kota mati dengan peradaban telah mati,
kota kita kota petualangan,
kota baris berbaris; di pantai barat sumatera, ada barisan garis lurus, menyusuri bentuk, dalam barisan itu semuanya sibuk peluk berpeluk, menikam tak mati,
ada yang berdarah, ada yang anyir,
di jalan depan taman, ada yang bertualang, transaksi taksi blue, seperti metro seksual mini,
harga-menghargai mencari tempat perkelahian di langsungkan,
anak siapa yang berbedak tebal dan berginju merah jingga,
ketiaknya masuk angin, dia menjajal, memimpin barisan, memimpin pertandingan dalam kamar sewaan, bapaknya siapa?
Siapa walikotanya? kota kita kota taksi blue, Tapi, taksi blue masih berputar-putar,
seperti capung kena getah sayapnya, tidak tahu hinggap di ranting mana, di depan taman itu,
di depan kantor wali kota,
kita mendengar gemuruh, anak-anak gadis dan bujang,
saling berkelahi, melantunkan asma-asma Allah,
hebat sekali, siapa walikotanya?
apa partainya? Kota kita, kota asmaul husna,
di sudut lain, tengah pasar ada hiruk pikuk,
siapa wali kotanya?
kota kita namanya kota hiruk pikuk,
Kampus hijau, 2010
Dalam Cerita
dalam ceruk dada mu,
aku berdiam sesaat kau mengeja namaku,
ketika kau tidak tahu siapa dirimu,
dan keinginanku,
dari kejauhan, kau jatuh dalam bening linangan mataku yang meleleh,
kita hanya dalam cerita
Kampus hijau, 2010
perempuan
Aku tidak tahu memilih siapa diantara kalian |
posted by mayonal putra @ 23.43 |
|
|
Posting Komentar