|
Sebuah Evaluasi untuk KPU Sumbar |
Kamis, 08 Juli 2010 |
Sebuah Evaluasi untuk KPU Sumbar
oleh: Mayonal Putra
Menjelang hari H itu, berbagai upaya telah dilakukan oleh KPU Sumbar untuk memberikan informasi pilkada ke masyarakat. Semua itu dikemas oleh KPU Sumbar dalam berbagai bentuk. Salah satunya debat kandidat kepala daerah wakil kepala daerah sumbar 2010 (Singgalang,25 Juni 2010:8)
“Berbagai upaya” seperti yang dikatakan di atas, dalam rangka menyukseskan pemilukada badunsanak 30 Juni ini tentu harus di evaluasi oleh KPU sendiri atas berbagai upayanya, serta masyarakat secara luas di Sumatera Barat. Informasi di atas di sambung dengan kalimat,”...sukses itu tentunya tidak terlepas dari kesolidan para personil KPU Sumbar”.
Jadi pertanyaannya adalah apa indikator, sehingga upaya-upaya KPU dikatakan telah sukses dalam melaksanakan sosialisasi pemilukada 2010 kepada masyarakat Sumbar secara menyeluruh. Jawabannya belum dapat di lihat sampai hari pemilihan ini, dan juga tidak dapat dikatakan hanya persoalan partisipasi masyarakat dalam memilih pasangan calon gubernur wakil gubernur saja. Apalagi jika hasil rekapitulasi pemilih yang melaksanakan haknya untuk memilih tidak lebih dari 80 persen. Jika kita boleh melihat kebelakang, tepatnya 2005 lalu ada sekitar 37% masyarakat yang tidak menunaikan haknya sebagai pemilih. Berarti hanya sekitar 63 % masyarakat yang berpartisipasi dalam melaksanakan haknya sebagai pemilih (Asrinaldi).
Undang –Undang (UU) nomor 32 /2004 tentang pilkada, adalah keterlibatan masyarakat yang aktif. Ini tidak hanya dilihat ketika hari pencoblosan saja, melainkan jauh-jauh hari sebelumnya mulai dari tim sukses mengutus calon ke KPU. Jadi tanggung jawab KPU adalah bagaimana menciptakan masyarakat ikut dan aktif dalam pemilukada sehingga tidak ada elemen masyarakat merasa di rugikan dalam pelaksanaannya.
Sejauh ini, apakah sudah boleh dikatakan KPU telah sukses mensosialisasikan pemilukada badunsanak ini kepada masyarakat secara universal? Kalau memang KPU telah menjawab itu bahwa telah sukses, ukuran kesuksesannya seperti apa? Jika KPU Sumbar memandang debat kandidat yang diadakan sebanyak 5 kali yang disiarkan secara langsung di stasiun TV lokal ataupun nasional, sukses! Lalu kita mempertanyakan, apakah dipandang sukses pelaksanaannya karena lancar-lancar saja, tanpa ada konflik atau memang benar-benar sukses kualitas debat calon yang membuat masyarakat cerdas dalam menganalis siapa calon yang akan di pilih, dan pilihan itu di yakininya tepat, atau memang masyarakat memandang tidak berkualitas sehingga banyak yang kecewa terhadap hasil acara debat itu. Ada calon yang menyindir-nyindir, ada yang saling menyinggung, dan lain sebagainya sehingga sangat mengurangi citra badunsanak yang di agung-agungkan KPU. Artinya KPU semestinya tidak hanya memikirkan bagaimana terjadinya dan terlaksananya, tetapi seharusnya memberikan wejangan atau hidangan itu benar-benar dinikmati oleh masyarakat sehingga masyarakat benar-benar dicerdaskan.
Jika KPU men-generalisir bahwa dengan debat kandidat yang diadakan sebanyak 5 kali itu, mampu membuat masyarakat cerdas dalam menilai pasangan mana yang harus dipilih, sepertinya tidak menjadi sebuah ukuran untuk harapan itu, melainkan hanya sebuah program yang harus dikerjakan. Kemudian, upaya-upaya lain yang dilakukan untuk sosialisasi pemilukada 2010 ini, belumlah optimal untuk diketahui masyarakat sehingga masyarakat peduli dan aktif, serta menjadikan sebuah arti penting dalam kehidupan berbangsa-bernegara. Ini bisa saja kita lihat di sepanjang jalan-jalan utama di kota Padang serta jalan utama daerah lainnya. Begitu banyak bermunculan spanduk-spanduk sosialisasi dari kelompok-kelompok masyarakat sebagai auto kritik dari masyarakat terhadap KPU. Ada pula kita jumpai dari masyarakat yang membagi-bagikan ribuan selebaran serta stiker sebagai bentuk sosialisasi kepada masyarakat yang bukan dari KPU sendiri. Menariknya dan sangat menggelitik adalah, adanya kelompok mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi di saat debat kandidat terakhir dilaksanakan, di luar ruangan. Mereka membagikan ribuan stiker sosialisasi. Sehingga ini menjadi pertanyaan, seperti apa hubungan KPU dengan masyarakat dalam kerangka pemilu kada ini? Lalu dimana letak kesuksesan yang dikatakan?
Aturan Tidak Fair
Ada yang menjadi catatan penting, antara calon yang baru muncul dengan incumbent. Sangatlah tidak fair aturan yang dibuat KPU, bahwa waktu kampanye hanya 14 hari. Bagaimana mungkin bagi pasangan calon yang baru bermunculan untuk membuat masyarakat tahu dengannya? Mempelajari visi misinya? Sementara incumbent sudah sejak lima tahun belakangan mempromosikan diri kepada masyarakat.
Inilah persoalan serta penyebab pelanggaran yang terjadi sebelum kampanye di mulai sampai masa kampanye habis. Katakan saja, curi star, praktik politik uang, pemakaian fasilitas umum dan milik negara oleh pasangan, dan seterusnya dan seterusnya. Tidak pula ini menjadi perhatian serius KPU dan Panwaslu sehingga tidak ada tindakan dan menjadi sebuah kebudayaan yang tidak bisa tidak dilakukan dalam masyarakat pada setiap musim kampanye, baik kampnye resmi ataupun kampanye tertutup atau black kampaign.
Potensi Konflik
Pemilukada badunsanak, meminjam Asrinal bahwa badunsanak hanya sebuah jargon politik elit yang di cereki kepada cawan(masyarakat). Sebuah cara sebenarnya yang menyinggung psikologis elit dan masyarakat biasa untuk meminimalisir kejadian-kejadian yang berbuah konflik yang bisa saja terjadi.
Pemilukada dimanapun sebenarnya mengandung potensi konflik, karena pandangan terhadapnya relatif dari masing-masing masyarakat. Dengan cara apapun KPU melakukan, tidak bisa tidak potensi konflik ini dihilangkan. Apalagi untuk hari ini kerja KPU memang dinilai sebagian masyarakat tidaklah maksimal. Diantara persoalannya adalah, pertama, sosialisasi di pandang belum optimal, kedua, masa kampanye terlalu pendek sehingga terjadi kampanye terselubung yang di kenal dengan black campaign. Ketiga, atribut partai dan pasangan calon seharusnya sudah bersih semenjak tanggal 27 Juni 2010, belumlah mampu di kerjakan Panwaslu sepenuhnya.
Yang menariknya, ketika seminar Asosiati Ilmu Politik Indonesia yang diadakan AIPI Cabang Padang(Pangeran City,25/06), ketua Panwaslu mengatakan bahwa ia ingin menindak tegas pelanggaran-pelanggaran yang terjadi tetapi ada aturan KPU yang memberi peluang untuk itu. Ini sangat menggelitik saya yang juga awam terhadap aturan-aturan itu.
Lalu, hari ini pesta sedang dilangsungkan. Apa kira-kira solusi dan kemungkinan yang dilakukan sehingga tidak menimbulkan pekuang konflik dan konflik baru di tengah-tengah masyarakat. Pastinya kita tidak ingin peristiwa di Pesisir Selatan pada pilkada 2005 lalu terulang lagi pada pemilukada 2010 ini diberbagai tempat di Sumatera Barat. Peristiwa Mojokerto dengan anarkis massa Mei silam, tentu hendaknya menjadi pelajaran bagi kita bersama di ranah Minang ini dengan tetap badunsanak. Semoga badunsanak tidak hanya menjadi jargon politik semata tetapi hendaknya mampu membendung konflik yang akan terjadi. Tentunya kapal ini di nakhodai oleh KPU dan kompasnya Panwaslu. Semoga saja! |
posted by mayonal putra @ 03.17 |
|
|
|
|
Posting Komentar