Mari Mengarak Badai, kepulua Hunian Para Naga
PERJUANGAN KOE
Photobucket
Clock
Puisi
Download Lagu
  • Chairil Anwar
  • Puisi Cinta Chairil Anwar
  • WS Rendra
  • Comment
    Mengenang Syeikh Abbas Padang Japang, Ulama Besar Minang yang hampir Terlupakan
    Sabtu, 07 Agustus 2010
    Mengenang Syeikh Abbas Padang Japang,
    Ulama Besar Minang yang hampir Terlupakan
    Oleh; Mayonal Putra
    Refleksi sejarah Padang Japang—dulu, yang terkenal kemana-mana itu—tidaklah kita rasakan sekarang ini. Dulu, nuansa intelektual dan agamis, mengurat-mengakar kepada karakter masyarakatya, sehingga sempat bertahun-tahun lamanya desa itu disebut-sebut orang. Orang tua yang punya anak remaja, di pulau Sumatera ini, rindu menyekolahkan anaknya di kampung itu. Konon kabarnya, Ir. Soekarno pernah datang menemui Syeikh Abbas Abdullah, di perguruan Darul Funun El Abbasiyah Padang Japang, tahun 1943, dan bertanya; “jika kelak Indonesia benar-benar telah merdeka, apakah kira-kira bentuknya negara ini?”, Syekh menjawab,”negara yang didirikan kelak haruslah berketuhanan yang maha esa”. Bisa jadi inilah inspirasi bagi perumus pancasila, dalam sila pertama syeikh Abbas tidak seharusnya dilupakan, selama bangsa negara ini masih ada.
    Jaranglah kita tahu bagaimana cerita sebenarnya, Padang Japang berjasa dalam menumbuh-kembangkan ilmu pengetahuan dan membela kemerdekaan Republik Indonesia ini. Kecuali cerita lama dari mulut ke telinga yang bergulir di tengah masyarakat desa itu. Ada yang mengatakan bahwa Soekarno pernah datang untuk belajar di sekolah Syeikh Abbas Abdullah itu. Ada pula yang mengatakan, Soekarno berpacaran dengan gadis desa itu, kemudian gadis itu ditinggalkannya setelah ia berangkat kembali ke Jakarta. Karena sekarang, ada perempuan tua yang agak cacat mental, yang dipercayai orang-orang bahwa dialah pacar Soekarno dulu. Kebenaran cerita yang berkembang di tengah masyarakat itu sulit juga di percaya. Haruslah diluruskan, bahwa kedatangan Ir.Soekarno, hanya meminta saran dan pituah Syeikh Abbas Abdullah yang mendunia ilmu dan namanya ketika itu.
    Sejarah
    Syeihk Abbas Abdullah yang lebih di kenal dengan Syeikh Abbas Padang Japang, dalam buku yang pernah diterbitkan oleh Islamic Centre Sumatra Barat, tahun 1981 bahwa ia termasuk salah satu dari 20 ulama terkemuka Minang Kabau, popularitasnya sekaliber dengan H. Agus Salim, Syeihk Sulaiman Arrasuli atau Inyiak Canduang, Ahmad Khatib Alminangkabawi, Imam Masjidil Haram yang terkenal itu, buya HAMKA dan sederatan ulama terkemuka lainnya. Ia dilahirkan di Padang Japang, Kabupaten Lima Puluh Kota pada tahun 1883. Ayahnya Syeikh Abdullah yang ikut berjuang bersama Tuanku nan biru dalam perang Paderi yang di pimpin oleh Tuanku Imam Bonjol.
    Sejak berumur 13 tahun beliau memberanikan diri mencapai keinginannya untuk menjadi ulama besar. Maka berangkatlah ia ke tanah suci bersama pamannya yang ingin menunaikan ibadah haji. Ketika syeikh berumur 21 tahun, setelah banyak belajar dari ulama besar di tanah suci, muncullah kerinduannya untuk pulang ke kampung halaman. Delapan tahun ia di tanah suci, Mekkah, ia pulang kampung. Membawa kitab-kitab besar. Menjadi bahan tertawaan bagi orang-orang sekampungnya ketika itu, banyak mempertanyakan untuk apa kitab-kitab besar ini.
    Semangatnya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan tidak pernah luntur. Ia pun menjadi guru di sekolah ayahnya. Ketika itu masih sangat sederhana, sistem halaqah di dalam masjid. Syeihk Abbas tidak puas dengan sistem itu, ia ingin merobah sistem dari tradisonal ayahnya kepada sistem yang lebih modern. Ia berangkat ke Bukittinggi menemui Syeihk Ibrahim Musa Parabek, dilanjutkannya perjalanannya ke Padang Panjang menemui Syeikh Abdul Karim Amrullah yang kemudian lebih dikenal buya Hamka, dan syeikh Thaib Umar di Sengayang Batu Sangkar. Dapatlah kata sepakat bahwa sitem halaqah harus diganti dengan sistem klassikal dengan kurikulum yang teratur dan bahan bacaan yang mendalam.
    Nama sekolahnya diganti dengan Madrasah Thawalib Padang Japang, setelah dapat bekerja sama dengan sekolah di Parabek, Padang Panjang dan Sungayang yang berada dalam naungan oragnisasi Sumatera Thawalib. Pembaharuannya ketika itu di sambut hangat oleh masyarakat Minang, walupun ada bertentangan dengan Syeikh Saad Mungka, Syeikh Sulaiman Arrasuli Canduang, dan Syeikh Muhammad Djamil Jaho, dan yang menganut ilmu tarekat lainnya. Syeikh Abbas Padang Japang pun ingin merubah paradigma masyarakat, bahwa memakai jas, dasi dan sistem belajar klassikal bukanlah hal yang diharamkan agama. Pehaman masyarakat sebelumnya haram karena meniru gaya kolonial Belanda yang non muslim. Syeikh Abbas merasa belum cukup ilmu dalam pertentangan itu, maka ia putuskanlah untuk berangkat lagi ketanah suci. Dalam perjalanan yang kedua ini , Syeikh Abbas mengunjungi negara-negara Islam lainnya, seperti Syria, Lebanon dan bahkan Swiss. Di Swiss itulah beliau bertemu dengan Mahmud Yunus tepatnya pada tahun 1924. Beliaupun melanjutkan perjalanan ke Mesir, Universitas Islam terkemuka, Al Azhar. Disanalah ia banyak belajar, walaupun hanya sebagai Mutsami’ namun beliau aktif dalam organisasi.
    Setelah banyak mendapat ilmu pengetahuan, iapun pulang ketanah air. Sebelum sampai di Padang Japang, ia berkunjung ke pesantren-pesantren di tanah Jawa, yang mempertemukannya dengan pemimpin Islam terkemuka, H. Agus Salim.
    Sesampainya di Padang Japang, ia menikah dengan siti Hulimah, gadis sedesanya, setelah lama membujang dan berpetualang ke manca Negara mencari ilmu pengetahuan. Syeikh Abbas melihat perkembangan sekolah-sekolah yang didirikan Belanda seperti HIS, MULO, AMS dan sebagainya, hanya teruntuk bagi bangsawan dan orang- orang kaya saja. Tersentaklah hati Syeikh Abbas untuk menggerakkan kembali Madrasah Thawalibnya dulu yang pernah ia tinggalkan. Perubahan sistempun terjadi, alat-alat banyak bertukar sesuai dengan pengalamannya di Al Azhar, Mesir. Thawalibnya menjadi pesat dan menjadi pusat pendidikan agama terkemuka, modern di Minag Kabau. Padang Japang ramai di kunjungi orang dari berbagai daerah untuk mencari ilmu agama. Alumninya tersebar keseluruh pelosok negeri dengan berbagai keahlian. Untuk mengemukakan alumninya, dapat di sebutkan Zainudin Labay El Yunusi, yang kemudian menjadi ilmuwan yang dikenal dengan filosof dari Timur. Zainudin Hamidiy yang berhasil mendirikan Ma’had islami di Payakumbuh dan Nashrudin Thaha yang berperan sebagai ulama, pengarang dan politikus yang juga menantu Syeikh.
    Pada tahun 1930, thawalib Padang Japang keluar dari Sumatera Thawalib yang berganti nama menjadi Persatuan Muslimin Indonesia atau PERMI setelah berlangsungnya kongres Sumatera Thawalib. Maka Syeikh Abbas mengganti nama madrsahnya menjadi madrasah Darul Funun El Abbasyiyah, tidak berinduk kepada PERMI. Perkembangan pun semakin meningkat, mengundang orang berdatangan dari luar daerah bahkan luar propinsi. Kolonial Belanda yang memang tidak pernah senang dengan pribumi, keiridengkian atas prestasi syeikh Abbas membuat Belanda berang, merasa tertandingi, dengan tuduhan yang macam-macam. Terjadilah penggeledahan pada tahun 1934, yang mengakibatkan terhentinya kegiatan madrasah untuk beberapa saat lamanya. Delapan tahun setelah penggeledahan itu, Soekarno tergerak hatinya untuk datang meminta saran dan pendapat Syeikh Abbas.
    Padang Japang Berjasa
    Sesudah kemerdekaan, bermacam-macam barisan rakyat untuk membela kemerdekaan bermunculan. Syeikh Abbas pernah diangkat menjadi Imam Jihad untuk daerah Minang Kabau. Pada masa agresi militer Belanda II, tahun 1949, Darul Funun pernah menjadi pusat pemerintahan propinsi. Mr. Teuku Muhammad hasan, gubernur ketika itu, berkantor di Darul Funun itu. Setelah terbentuknya PDRI, Darul Funun menjadi kantor mentri PPK dan mentri Agama PDRI. Ketika Muhammad Natsir dan Dr.J.Leimeina menjemput ketua PDRI, Mr.Syafrudin Prawiranegara, Darul Funun menjadi pusat pertemuan, orang-orang membicarakan dan merumuskan nasib tanah air, Indonesia, di situ.
    Darul Funun Kini
    Syeikh Abbas Abdullah Padang Japang, meninggal pada tahun 1957. Orang-orang terkejut, perih yang sangat dalam, Minang Kabau menangis kehilangan putra terbaiknya, Darul Funun kehilangan pengasuhnya.
    Amatlah miris hati kita, melihat sekolah yang diperjuangkan seorang pahlawan, yang tak pernah ada nama jalan seperti namanya di ranah minang ini. Hampir tidak ada seorangpun dari kampung Padang Japang itu, anaknya bersekolah di sana, dan siswanya pun boleh di hitung pakai jari tangan saja. Dunia telah meodern. Semuanya serba digital, canggih. Sekolah-sekolah modern buatan pemerintah, saling berpacu menjadi sekolah internasional, dengan peralatan, sarana dan prasarana yang serba canggih pula, uang sekolahnya pun mahal. Seperti HIS, MULO,AMS dan sederetan sekolah belanda lainnya, yang teruntuk buat orang kaya-kaya saja. Sementara keberadaan darul funun El abbasiyah semakin di pinggirkan, sekolah yang pernah mengangkat harkat martabat anak-anak miskin, sebagai sebuah perpacuan intelektual dengan penjajah, ketika itu. Sejarah telah bergulir, dengan pelaku dan latar yang berbeda, namun, penjajahan pendidikan itu sama saja dengan kolonial.
    Sudah lama sekali Syeikh Abbas meninggal dunia, tahun 1957, namun ia tetap hidup dalam sanubari kita. Hanya bagi kita yang tahu sedikit saja. Atau sejarah ini tidak diturunkan oleh ninik mamak, bapak, atau ibu kepada anak-kemenakan mereka. Sehingga nyaris kita merasakan Syeikh Abbas benar-benar telah tiada. Nyaris kita kehilangan benar.
    posted by mayonal putra @ 04.00  
    0 Comments:

    Posting Komentar

    << Home
     
    About Me

    Name: mayonal putra
    Home: Padang, padang/sumbar, Indonesia
    About Me: Manyonal Putra, ayah dan ibu adalah petani di negeri kelahiran ku, Jopang manganti. Datang ke dunia, pada tanggal tiga puluh satu mei seribu sembilan ratus delapan puluh enam di dangau. Kini, sudah menjadi sarjana dan bekerja sebagai Jurnalis,... ingin lebih lanjut: 085669110810
    See my complete profile
    Previous Post
    Archives
    Links
    News
  • Google
  • Oke zone News
  • Seputar Indonesia
  • Kompas
  • Republik Indonesia
  • Detik News
  • Cari Kerja
  • Provinsi Sumatera Barat
  • Uiversitas Andalas
  • Yahoo
  • MSN
  • My Friends
  • Epaldi Bahar
  • Reno Fernandes
  • Fuad Nari
  • My Organization
  • PB HMI
  • BADKO HMI SUMBAR
  • HMI Cabang Padang
  • FORAHMI
  • Powered by

    BLOGGER

    © MAYONAL PUTRA,Blogger Templates by Fuad Nari