Mari Mengarak Badai, kepulua Hunian Para Naga
PERJUANGAN KOE
Photobucket
Clock
Puisi
Download Lagu
  • Chairil Anwar
  • Puisi Cinta Chairil Anwar
  • WS Rendra
  • Comment
    Sertifikasi Guru: Antara Profesionalitas dan Gaji
    Rabu, 11 Mei 2011
    OPINI
    Sertifikasi Guru: Antara Profesionalitas dan Gaji
    Oleh : Mayonal Putra
    Ketua HMI Cabang Padang
    Padang Ekspres • Selasa, 05/04/2011 12:38 WIB • 50 klik
    ”Mari kita main sekolah-sekolahan! Siapa yang mau jadi guru?” Semua anak-anak itu angkat tangan. ”Kenapa kalian berebut menjadi guru?” Mereka serentak menjawab, ”kan ada sertifikasinya..hahaha...”. (sebuah percakapan dalam pementasan teater ”Tanah Ibu”,  Desember 2010).
    Orang kembali berbondong-bondong ingin menjadi guru. Kabar tersiar, menjadi guru menatap masa depan yang gemilang. Karena seorang guru bisa mendapat gaji 5-6 juta rupiah per bulan setelah dinyatakan lulus sertifikasi.

    Perguruan tinggi keguruan (FIP/FKIP/Tarbiyah), setiap tahun ajaran baru, selalu ”bengkak” diserbu oleh calon-calon mahasiswa. Peluang lakunya fakultas keguruan, menjadi rencana strategis bagi kampus-kampus swasta yang mulai ditinggalkan peminat, untuk membuka fakultas keguruan atau menambah jurusan/program studi (prodi).

    Dengan harapan, kampus itu akan diminati kembali. Tak ayal, kampus-kampus negeri pun tidak ketinggalan untuk tidak menyia-nyiakan peluang itu. Menambah kuota penerimaan mahasiswa baru. Dengan cara memperbanyak jurusan dan program studi (prodi) serta membuka selebar-lebarnya peluang nonreguler (NR)/ekstensi. Meskipun bayarnya mahal, yang penting status (ijazah)nya negeri.

    Padahal sebelumnya, ada stigma negatif tentang guru. Menjadi guru, bukanlah pekerjaan yang menjanjikan, dalam ukuran kaya. Guru, hanya pekerjaan rendahan, apabila dibandingkan dengan pekerjaan di lingkup BUMN, kantoran, pegawai di lingkup Polhukam, Hakim dan lain sebagainya. Guru hanyalah pilihan terakhir dari sebuah pekerjaan.

    Lima tahun terakhir, pandangan serupa itu agak mulai bergeser. Ini terjadi akibat kompleksnya kehidupan, dahsyatnya persaingaan dan kejamnya kompetisi. Pemerintah pun membuka lebar peluang pegawai negeri sipil (PNS) untuk tenaga pengajar/guru. Menghendaki, guru-guru profesional dengan pekerjaannya.

    Niat baik pemerintah ini, implikasinya meningkatkan kualitas guru, bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan yang bermuara pada kualitas bangsa. Kemudian dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang disahkan 30 Desember 2005 dan dijadikan dasar hukum untuk pelaksanaan sertifikasi pendidik. Sertifikasi pendidik ini mencakup guru dan dosen. Untuk guru disebut serifikasi guru, untuk dosen disebut sertifikasi dosen.

    Manfaat sertifikasi guru ini dibatasi dalam beberapa item. Selain untuk mengangkat citra guru—sebagai ejawantahan dari tujuan yang hendak dicapai—juga berkeinginan menyelamatkan pendidikan dari praktik-praktik yang salah, baik di lembaga pendidikan sendiri maupun pada pandangan masyarakat. Item terakhir, juga memuat perihal kenaikan gaji guru, setelah dinyatakan lulus oleh Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK). Muatan yang terakhir ini menyebabkan guru-guru salah pemahaman tentang sertifikasi yang (akan) dilaluinya. Pada akhirnya tujuan sertifikasi pun bergeser dari sebuah metode atau sarana peningkatan keterujian seorang guru (profesionalitas) menjadi jalan dan sarana  peningkatan gaji.

    Ahmad Rizal (staf ahli klub guru) mengatakan Diklat sertifikasi guru ini hanya Diklat ”abal-abal”. Fasilitator di hampir semua institusi penyelenggara Diklat, umumnya masih kurang peduli dengan esensi Diklat. Persoalannya, penyelenggara terkesan tidak terlalu siap, dengan cara mengorting jam-jam Diklat. Seminggu Diklat kadang berjalan hanya empat hari, sedangkan honor fasilitator tetap dalam ukuran waktu sepekan. Ahmad Rizal berani mengatakan, hal demikian adalah korupsi dalam penggunaan uang negara serta terjadi manipulasi jumlah jam berlatih.

    Dalam hal ini, penulis bukan tidak setuju dengan ditingkatkannya kesejahteraan guru. Sebagai orang yang pernah di tempa di dunia pendidikan, penulis malah sangat mendukung, jika kesejahteraan guru diperhatikan, demi mencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Hanya saja, mempertanyakan, bagaimana praktik guru-guru dalam usahanya untuk mencapai lulus sertifikasi? Dan bagaimana pula, kompetensi guru setelah lulus sertifikasi?

    Tidak dapat (kita) menutup mata dalam hal ini. Ketika sertifikasi adalah kepentingan pribadi guru yang bersangkutan, maka mereka sibuk menyiapkan persyaratan yang justru mengabaikan tugas dan tanggung jawabnya sebagai agen pembelajaran, yang semestinya tidak hanya mentransformasikan ilmu dalam bobot mata pelajaran yang diasuhnya kepada peserta didik semata. Akan tetapi, lebih dari itu, membina, membimbing serta memonitoring peserta didik untuk kesempurnaan pencapaian target afektif, kognitif dan psikomotorik.

    Ironis memang, cara yang demikian dikatakan meningkatkan kompetensi dan profesional guru. Jika dilihat betul praktiknya, membuat RPP, mendapatkan piagam seminar, dan syarat-syarat lain, justru mengapungkan ribuan pertanyaan. Apa sampai seradikal itukah LPTK atau perguruan tinggi penyelenggara—mata pelajaran umum tentu tempat sertifikasinya UNP sedang mata pelajaran agama fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang untuk daerah Sumatera Barat—menilai perihal sertifikasi guru? Wallahualam bisshawab. (*)
    posted by mayonal putra @ 10.49   0 comments

    Otomotif Volkswagen,
    Tua-Tua Keladi, Semakin Tua Semakin Menjadi

    Mayonal Putra

    “Tua –tua keladi, semakin tua semakin menjadi”. Itulah kata-kata yang tepat diberikan kepada  mobil tua Volkswagen (VW) buatan jerman 1934 silam. Kenapa tidak? VW kodok akan memukau  jika dia sesekali lewat di depan Anda.  VW Kombi, VW Karman Ghia, VW Safari atau  VW-VW yang lain, akan mengundang selera Anda untuk berpose bersamanya. Jika Anda sedang membawa kamera, mobil tua ini akan merayu lensa kamera Anda.

    Oto-oto VW itu, bagaikan makhluk hidup yang akan beramah tamah dengan Anda. Kehadirannya, bagaikan sahabat karib. Tak sedikit orang menginginkannya. Menjelang perang dunia II berlangsung, komandan militer Nazi, Hitler memeriksa barisan armada perangnya dengan mengendarai oto VW Beetle. Usai perang dunia II banyak negara yang menyortir angkutan rakyat itu, tak terkecuali di Indonesia.

    Jika Anda menyaksikan film-film Nazi, Anda akan melihat oto VW dijadikan mobil operasional. Sudah lama betul mobil ini. Namun demikian,  pamor oto ini  tidak kalah terkenal dengan mobil-mobil canggih mutakhir ratusan juta rupiah. Jangan pula heran, pecinta VW  bakal menghabiskan uang 200 juta rupiah, hanya untuk modifikasi dan perawatan. Lebih aneh lagi, mobil ini tidak hanya dinikmati oleh pengusaha dan jutawan saja. “Ya, namanya hobi, jangan berbicara uang”, kata anggota VCP Pekanbaru Defri Zal. Ditambahkannya, mobil-mobil ini tidak dijual-belikan seperti mobil-mobil di Show Room. Oto ini di modif selama setahun, baru bisa menjadi oto VW siap operasi.

    Tahun 1977 pemerintah Indonesia menggunakan oto VW untuk kepentingan bertugas. VW Safari, menjadi kendaraan camat seluruh Indonesia, Sedangkan Beetle alias Kodok, adalah mobil keluarga, layaknya sedan zaman sekarang. VW Combi untuk pelayanan publik, seperti kenderaan rumah sakit.

    Walaupun sempat beberapa tahun lenyap dari permukaan, otomotif ini kembali mencuat di musim berbeda. Kehadirannya bagaikan khafilah bertemu air di padang pasir, membawa sejuk bagi penggemarnya.

    Namanya Volkswagen, dari bahasa Jerman. Artinya begitu bersahabat, yakni mobil rakyat. Penggunanya disebut Volkski. Tak dikira, ia lebih hidup di zaman modern. Setiap kota di Indonesia, komunitas VW mekar bak cendawan tumbuh di musim hujan.

    Di kota Bertuah ini, terdapat pula puluhan Volkski atau pencinta VW. Dia bergabung membentuk sebuah komunitas, namanya Volkswagen Community Pekanbaru (VCP).  Juni mendatang, ulang tahun pertamanya. Masih kurang setahun, VCP sudah mempunyai 64 Volkski , 97 mobil VW berbagai jenis, dan ratusan penggemar.

    Dalam rangka memperingati Hardiknas dan bersempenanya Kota Bertuah ke-227, VCP berhasil mendatangkan puluhan komunitas dengan ratusan mobil VW dari seluruh kota se-Sumatera.

    Minggu (1/5) kemarin, tampak seratusan mobil puluhan tahun silam itu berjejer di jalan Cut Meutia, tepat di samping pustaka daerah Raiau Soeman HS. VW-VW dengan aneka ragam modifikasi dihiasi pula oleh pernak-pernik  yang begitu menawan, membuat pengunjung betah berlama-lama mengikuti pertemuan komunitas VW se- Sumatera itu dari pagi hingga petang hari.

    Ratusan pengunjung tampak bergantian untuk berpose dengan mobil-mobil tua itu. Keakraban pengunjung dengan mobil-mobil  modifikasi itu, bagaikan adik-beradik atau teman dekat lama berpisah, kemudian bertemu.  Ya, tak terbayang, betapa ramahnya. Tapi sayang, mobil hanya benda mati  tetapi hidup dalam diri pengemar. 

    Ani (15) salah seorang pengunjung, lebih 20 kali berpose dengan mobil-mobil itu. “saya suka sekali mobil-mobil ini, andaikan dapat saya miliki, akan saya rawat bagai saudara kandung”, katanya kepada Haluan Riau.

    Panitianya pun begitu akrab kepada setiap orang yang datang."Mau pilih jenis apa untuk berfoto? VW Kodok atau VW beetle, VW Kombi, VW Karman Ghia, VW Safari atau jenis VW-VW yang lain, silahkan..........silahkan. Jangan malu-malu. Asal jangan merusaknya". Kata seorang panitia berambut gondrong kepada sejumlah pengunjung.

    Acara yang bertajuk 'Sehari Bersama VW' itu mendapat sambutan hangat dari walikota Pekanbaru, Herman Abdullah saat menghadiri acara pembukaan.

    "Wah, acaranya bagus sekali, kalau dapat, ini dijadikan agenda tahunan VCP", kata walikota yang diulangi Ketua Panitia Aseng saat di temui Haluan Riau Minggu(1/5) siang.

    Ditambahkan Aseng, dia selaku panitia cukup puas dengan antusias komunitas-komunitas VW Se-Sumatera yang telah menghadiri undangannya. Walupun pada awalnya, VCP hanya mengagendakan acara se-kota Pekanbaru, dengan tujuan mengakomodir pencinta-pencinta mobil VW di Kota Bertuah.

    "Tapi, kami bersyukur, teman-teman dari berbagai provinsi sudah datang sehari sebelumnya. Seperti komunitas VW Aceh, Medan, Payakumbuh, Padang, Bukittinggi, Palembang, Jambi, Bengkulu, Lampung serta komunitas VW yang ada di provinsi Riau seperti Dumai, Bangkinang, Duri, dll", bebernya.

    Ketua Umum komunitas VW se-Indonesia Letjen (Purn) Soeyono, hadir memberikan apresiasi yang luar biasa kepada VCP. Dia ikut melihat-lihat seperti pengunjung biasa. Dia juga tidak basa-basi bercengkrama dengan pengunjung. Saat diwawancarai Haluan Riau, dia mengaku bangga atas VCP yang telah menggelar pertemuan pencinta VW se-Sumatera, tanpa ajang gagah-gagahan semata tetapi lebih bersifat sosial.

    "Saya bangga dengan pencinta VW Pekanbaru, yang telah melihatkan bakti sosialnya kepada masayarakat, seperti donor darah, lomba mewarnai, menyumbangkan seribu buku untuk perpustakaan Soeman HS Riau, serta alunan musik melayu yang menyejukkan", katanya sambil menunjuk aksi donor darah yang sengaja dilakukan VCP yang bekerja sama dengan PMI Cabang Pekanbaru.

    Dia berharap, antusias pencinta mobil tua VW tetap diakomodir VCP tanpa membeda-bedakan status. "Miskin-kaya, asal suka mobil VW, jangan ditinggalkan", pintanya.

    Humas VCP kota Pekanbaru sekaligus humas komunitas VW  provinsi Riau Yulwita Afrina, M.Pd, juga mengatakan, pertemuan komunitas VW  se-Sumatera selain ajang silaturahmi sesama pecinta mobil klasik, juga menunjukkan bahwa  pencinta oto VW peduli sesama dan pendidikan.

    "Komunitas VW bukan otomotif ugal-ugalan, tetapi bernuansa sosial dan penuh kekeluargaan, kami bercita-cita, komunitas VW Pekanbaru akan mengadakan bakti sosial yang lebih besar lagi, sebagai bukti persaudaraan kita setanah air", kata Yulwita yang juga mahasiswa program doktor UR itu.

    Pertemuan itu, dikatakannya juga untuk membentuk kepengurusan komunitas VW wilayah Sumatera. "Kami ingin, memperkuat komunitas VW Sumatera dan mengejar ajang internasional", tambahnya lagi.Sedangkan Ketua komunitas VW Raiu, Syarif, MH mengatakan banyak manfaatnya dengan mengoperasikan mobil VW. Pasalnya, VW tidak pakai radiator, ramah lingkungan dan irit BBM.

    "Dengan demikian VW tidak mengahabiskan air bumi dan bisa pula membawa banyak anggota keluarga", tukasnya.

    VCP biasanya melakukan perawatan VW-VW nya di bengkel K-9 Arengka. mengecat ulang, servis, modif dan segalanya, tetap di bengkel itu. Pihaknya juga mengajak warga Pekanbaru untuk bergabung dengan VCP, yang  beralamat Di SMK Taruna Raja Wali Sakti no 90 Panam. Karena, diakuinya, VCP tidak membedakan antara orang yang punya mobil VW 1 dengan orang yang punya VW 10.

    "Kita di komunitas sama saja, walaupun ada yang punya 10 mobil. sama sekali tidak ada pembedaan, tetap kekeluargaan", tutupnya.


    posted by mayonal putra @ 10.43   0 comments
    About Me

    Name: mayonal putra
    Home: Padang, padang/sumbar, Indonesia
    About Me: Manyonal Putra, ayah dan ibu adalah petani di negeri kelahiran ku, Jopang manganti. Datang ke dunia, pada tanggal tiga puluh satu mei seribu sembilan ratus delapan puluh enam di dangau. Kini, sudah menjadi sarjana dan bekerja sebagai Jurnalis,... ingin lebih lanjut: 085669110810
    See my complete profile
    Previous Post
    Archives
    Links
    News
  • Google
  • Oke zone News
  • Seputar Indonesia
  • Kompas
  • Republik Indonesia
  • Detik News
  • Cari Kerja
  • Provinsi Sumatera Barat
  • Uiversitas Andalas
  • Yahoo
  • MSN
  • My Friends
  • Epaldi Bahar
  • Reno Fernandes
  • Fuad Nari
  • My Organization
  • PB HMI
  • BADKO HMI SUMBAR
  • HMI Cabang Padang
  • FORAHMI
  • Powered by

    BLOGGER

    © MAYONAL PUTRA,Blogger Templates by Fuad Nari